viannevia

Saturday, June 24, 2006

Mandi hujan















Mandi hujan yaaaa? sirik niiih...
Tawanya 'kedengeran' sampe sini hehehe

Bangun Pemudi Pemuda

Lagu : A. Simanjuntak

Bangun pemudi pemuda Indonesia
Tangan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmulah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa

Sudi tetap berusaha jujur dan ikhlas
Tak usah banyak bicara terus kerja keras
Hati teguh dan lurus pikir tetap jernih
Bertingkah laku halus, hai putra negri
Bertingkah laku halus, hai putra negri

--

Dari pagi sampe siang kemarin saya nyanyi2 kecil lagu ini. Gak banget ya hehe. Berusaha menjaga semangat diri aja. Daripada kedengeran melulu soundtrack film heart.

Ternyata lirik lagu ini ngena...


Saturday, June 17, 2006

Situ Salam

Danau favoritku. Depan asrama. Tapi jarang kukunjungi, baru 3 kali termasuk sekarang. Itu juga cuma liat2 bentar. Pagi ini, gak pernah diniati, saya ke sini. Setelah mendengar kicauan burung yang tumben2an, saya langsung berfikir untuk ke sini. Sempet intip2an dulu dengan mata innocent anak2 menk2 yang beranjak remaja.

Sekitar 06.00 WIB, lari mengitari danau. Belum ada manusia lain. Melihat air, pengen berenang. Melihat pohon, pengen manjat. Melihat kebun singkong, pengen berkebun. Berharap bertemu ulat, semut, dan burung. Malah bertemu spesies laba2 yang sama persis dengan skripsi temen biologiku. Dulu, di labtek, laba2 yang mau dieksekusi kabur. Kami lari2 mengejar. Begitu dapat, kakinya dilepasin, badannya digerus, dilarutin alkohol, disaring. Lalu diminum? Haha enggak.

Ada yang kurang, saya gak bisa tertawa2 seperti beberapa bulan lalu A3ers pada terpeleset jatuh di situ Ulin sebelah situ Salam. kalo tertawa2 bisa dikira gawat, lha wong sendirian hehe. Ada yang merusak pemandangan. Lalat2 mengerubungi bangkai ikan sapu-sapu. Bangkainya banyak banget. Saya balikin 4 ikan2 yang masih megap2 ke danau. Udahnya baru mikir bisa jadi ikan ini mengganggu habitat ikan lain. Ah EGP. Sapu-sapu penjaga kebersihan akuatik. Tanpa sapu2 mungkin takkan balance. Pemancing2 itu kalo gak mau, balikin atuh ke danau. Kalaupun mo dimatiin, jangan dibiarin mati pelan2 donk. Jadi kepikir pengen mindahin menk2 dan anak2nya ke sini. Biar makan sapu2 dan gak ngacak2 lagi tempat sampah A3. Biar lebih balance. Ah pasti gak mau, bakal balik lagi ke asrama. Maunya tempat tinggal nyaman, bukan hutan gini. Maunya ikan segar, bukan bangkai dilalatin. Dasar kucing.

Cuma 30 menitan. Selesai lari mengitari, mulai ada manusia lain. Anak2 maen sepeda, pengen naik sepeda. Cewe-cowo berpelukan. Pagi2 gini? jadi males. Pulang ah. Matahari mulai lebih tinggi dari kepalaku. A3ers masih meringkuk tidur di kamar masing2. Menk2 dan anak2nya tidur kembali. Burung masih berkicau.

A3er mantan Menwa yang baru bangun mendatangiku. Saya bilang habis dari situ Salam. Ada jalan setapak ke hutan Wales JakSel. Tapi saya gak ke sana. Katanya, ada kuburan di sana. O ya? Saya baru tau nih. Dulu dia diksar harus menghafal 5 nisan di tengah malam. Nisannya bertuliskan 3 generasi, beda dengan nisan biasa yang 2 generasi. Minggu depan, Menwa jalan kaki dari G. Halimun ke Pelabuhan Ratu. Bakal memakan waktu seminggu dan kuku kaki lepas2. Dan saudaranya yang Akmil, sedang di Yogya. Saat diksar pernah makan kulit pisang dari tempat sampah. Katanya kulit pisang lebih enak daripada daun yang gak jelas di hutan. Anggota Akmil bakal seneng ketemu ular di hutan. Bisa dimakan. Salah satu kelebihan manusia daripada kucing, bisa makan kulit pisang dan ular haha..

Akhirnya kita sampai pada kesimpulan, orang2 yang biasa aja seperti kita butuh adrenalin, sedangkan mereka yang Akmil dan Menwa butuh kasih sayang. Supaya balance :)


Thursday, June 15, 2006

Untitled

Nasihat itu datang darimana saja Engkau kehendaki

dari teman, keluarga, orang tak dikenal, tumbuhan, anak kecil, anggota tubuh, mimpi, hewan, air, udara, tanah, bebatuan, bintang, langit, bulan, matahari, dan waktu

Pantas saja Engkau sering bersumpah demi itu
Kalimat pendek itu jarang kuperhatikan

Lima kali sehari kuucapkan hidupku dan matiku hanya untukMu
Ucapanku tak merasuk dan mendarah daging

Jelas dikatakan tak mungkinlah jemari ini mampu menghitung nikmatMu
Jangankan dari Engkau, dari bunda pun tak terbalas

Bumi ini masih begitu luas bagiku
Padahal hanya sebutir lada ditangan makhluk bercahayaMu

Kehidupan ini masih berjalan dengan semestinya karena kemurahanMu
Sedangkan aku masih berbangga turut merusaknya

Masih saja aku tak seperti kuda yang takkan terperosok di lubang yang sama
Masih saja aku tak seperti gajah yang takkan hilang ilmunya

Masih saja aku tak seperti bebatuan yang kokoh
Masih saja aku tak seperti awan yang putih bersih

Masih saja aku tak seperti tumbuhan yang selalu menyejukkan
Masih saja aku tak seperti bintang yang bersinar terang

Aku semakin kecil saja rasanya
Memang air mata ini saja takkan cukup

Benar aku bisa lebih rendah daripada mereka yang menolak amanahMu
Aku masih suka bermain-main dengan sumpahMu

.....................................................................................
.....

Terserah Engkau

Diajeng

Kemarennya Kemaren malam
Diajeng yang kepalanya sedang pusing, di kamarku nanya, "mba evi apa yang kebayang kalo nikah nanti?". Saya langsung jawab "vie nyium tangan suami vie selesai kita shalat berdua". Dari dulu saya pengen begitu, karena sering shalat sendiri ato sama temen2 cewe hehe

Dan purnama terang sekali! Lebih terang dari malam senin kemaren. Saya ngomong, "Liat Jeng.. bulan purnamanya terang banget.. silau.. liat bopeng2 item di permukaannya.. posisinya selalu begitu.. tapi sekarang silau banget nih". Well.. kalo ngeliat berdua, saya bisa kuat. Beda kalo ngeliat purnama sendirian kayak malam senin kemaren.. bawaannya tak berdaya, inget dosa. Benar tidak sendirian itu kita bisa kuat. Rasulullah benar.

Kemaren malam
Diajeng tiba2 jatuh pingsan di kamar. Kamarnya dikunci. Setelah tersadar, nangis, miscall saya tapi hpku non aktif. Setelah ketemu, kutemani Jeng di kamarnya. Ngobrol tentang obat, mimpi, tata surya, keluarga, kuliah, kerja, bisnis, obsesi. Semangat. Diajeng selalu curious, berprinsip, cuek dan bikin ketawa. Cowonya nelpon. Katanya, "agak mendingan, obatnya ngobrol dengan mba evi" Haha.. saya jadi obat? Padahal yang ketawa2 dari tadi malah saya. Ngg.. saya cocok jadi dosen ya Jeng? Saran papa dapat dukungan nih. Tapi bisnis black forest cake bikinan sendiri tetap terobsesi hehe

Dan purnama gak ada Jeng. Kok bisa hilang? Mungkin ketutup awan.

Saya seperti menemukan lagi teman2ku yang penuh semangat itu. Mereka yang membuatku bertahan di perantauan. Sekarang Juni 2006, tepat 14 tahun yang lalu saat berusia 14 tahun lebih meninggalkan tanah kelahiran, dan lahir ponakan yang ke 14. Sudah setengah hidup di Sumatera dan setengah hidup di Jawa. Komen Diajeng "mba evi suka mengait2kan ya? Apa karena orang kimia, jadi begitu?" Hahaha..

Kemaren (lebih) malam
Tetangga kamarku ngetok pintu "mba evi, Diajeng kemana?" Saya jawab "ke dokter dengan cowonya". Gubrak.. cewe berbadan besar itu pingsan di depan mataku. Semalaman menenangkannya. Masalah cowo. Dunia serasa kiamat. Masalah perpacaran saya tak menguasai. Hari ini pun saya masih memutar otak gimana teknik yang baik untuk membuatnya membuka mulut supaya masuk makanan sesuaaap aja dan mengajak berpikir jernih. Segala bujuk rayu akhirnya mulai sedikit berhasil. Memang ini sakit yang bakal lama sembuh. Untung datang Diajeng yang lebih tau masalah perpacarannya. Ngg.. tak cuma cowo. Masalah itu merambat ke keluarga. Keluarga? Memang segalanya berawal dari sana.

Dalam satu hari dua orang ini pingsan. Mengait2kan? Enggak. Menarik aja untuk dimasukin ke blog ini hehe. Sekarang saya jadi mengantuk habis begadang dan masih sakit pinggang habis menggotong. Gak kebayang gimana relawan2 di daerah bencana itu. Mengait2kan lagi? Haha..

Dan saya masih penasaran pengen liat telingamu besok setelah kutetesin obat, Jeng. Biar saya bisa liat kamu gak sakit2 lagi. Saya bosan liat kamu gonta-ganti dokter yang bilang kamu asma. Saya masih gak percaya. Sebelum ke dokter pun kita harus mengenal sakit kita. Ngg.. padahal saya sedang sakit. Memang masih bisa ditahan sih. Mutar otak memotivasi tetangga kamarku. Padahal saya sedang tak ada motivasi diri. Kenapa saya lebih suka menjadi 'suster'? Ampuuuun.. saya mau jadi apa?

Ayo semangat vie!!!!
(masih gak ng-efek, masih keenakan hidup di tengah hutan karet :P)


Sunday, June 11, 2006

Purnama

Malam ini purnama
Sempurna

Ugh.. saya tak pernah bisa kuat memandang langit malam hari

Tak pernah bisa



Subhanallah :)



di Tha'if yang terkenal itu

"Allhumma ya Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia.
Oh Tuhan Maha Pengasih Maha Penyayang, Engkaulah Pelindungku .
Kepada orang yang jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?
Asalkan Engkau tidak murka kepada diriku, aku tak peduli, sebab sungguh luas kenikmatan yang Kau limpahkan kepadaku.

Aku berlindung kepada Nur wajahMu yang menyinari kegelapan, dan karenanya membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat -daripada kemurkaanMu yang akan Kau timpakan kepadaku.
Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan padaMu.
Dan tiada daya upaya selain dengan Engkau juga"


Saturday, June 03, 2006

Berlanjut

Haha.. kemarin saya berpapasan dengan white collar crime. Kisah berlanjut. Hari ini pun berhadapan dengan yang setipe. Pencuri, ibu2 usia 30-an berpakaian rapi. Saya tidak takut seperti kemarin. Saya sempat memberi teguran ke ibu itu yang membuka handle pintu kamarku tanpa mengetok. Saya berbaik sangka memang benar ibu itu nyasar mencari nama yang disebutnya. Tapi mencurigakan. Sayang saya sedang lemot. Saya hanya memandanginya berjalan menjauh di koridor sampai naik bikun. Makin mencurigakan. Dia tidak ke gedung yang ditanyakannya ke saya. Temanku yang masih mengumpulkan nyawanya terbangun pintu kamarnya dibuka juga oleh ibu itu, baru cerita. Sesaat kemudian, temanku yang lain ribut hp-nya hilang. Kesimpulan, ibu itu pencuri. Selama ini A3 aman damai dengan pintu2 kamar sering menganga2 dan sepatu2 bergelimpangan di koridor. Saya kejar bikun dengan naik ojek. Bikun jauh di depan tak terlihat. Masih mengejar sampai sta UI. Memang takkan terkejar. Ibu itu sudah turun entah dimana.

A3ers kembali agak parno. Seperti 2 bulan lalu, kejadian yang mengubah aura ceria A3 jadi saling curiga. A3ers menggantungkan harapan ke penanggungjawab harian dan saya yang tertua diantara mahasiswi baru s1. Pencuri berkedok klepto berwajah lugu di kalangan kami sendiri dengan segala barang bukti hasil geledah kamarnya. Saat itu kami berhasil, walau butuh waktu, analisis, hingga emosi yang harus ditahan. Kali ini saya gagal. Saya kurang tanggap.

Begitu parahnyakah keadaaan sekarang? Tempat manapun yang dipijak selalu ada keganjilan? Ketentraman bisa membawa kelengahan.

Setelah ini ngapain ya? Bersenang2. Rame2 nonton Kontes Robot Indonesia! Seperti rame2 nonton film Jomlo setelah menyerahkan pencuri yang lalu.

Udah ah. Case close :)

Friday, June 02, 2006

Takut (lagi)

Aku sekarang sering heran sendiri kenapa orang2 terheran2 padaku padahal selama ini aku gak pernah heran pada diri sendiri. Banyak perempuan yang lebih berani daripada aku. Aku jadi mulai heran kenapa aku yang gak punya kemampuan olah raga bela diri tak pernah takut jika pulang sendirian di atas jam 10 malam naik ojek di kegelapan hutan karet kota ini sekarang, atau sendirian berani bicara dengan maling yang ternyata membawa golok di tasnya di kostanku, sewaktu kuliah s1. Aku mulai heran kenapa aku gak takut menyebrangi selat sunda di kapal Ferry jam 12 malam, sendirian diantara penumpang2 tak kukenal, sewaktu SMA. Aku juga heran kenapa aku tak bisa memohon2 ke teman laki-laki di kelas untuk diantar pulang ke kostan jam 01 dini hari setelah kepanitiaan ospek, sewaktu kuliah s1 dulu.

Aku heran kenapa aku masih tak takut, walau bisa jadi tak 'secuek' dulu.

Tapi kali ini aku ketakutan. Bukan takut hantu atau binatang. Siang terang benderang, aku berjalan di jalan raya yang cukup ramai. Aku melihat sosok perempuan berbadan kecil, berjarak 5 meter denganku. Aku menunduk berharap dia tak melihat. Alhamdulillah dia tak melihat. Di kota ini? Bumi ini terlalu luas untuk aku bertemu jutaan manusia lain. Waktu yang kupunya ini mudah2an masih ada untuk bertemu teman2 dekatku yang terpisah jarak yang menunggu2 aku memenuhi undangan kangen mereka. Kenapa harus papasan dengannya? Jantungku sempat berdebar sebentar, walau tak sekencang dulu. Dia yang beberapa tahun lalu mendapat no hp-ku, entah dapat darimana. Isi sms yang standar. Layaknya sms teman lama. Tak kubalas. Tanganku gemetar memegang hp. Padahal dulu kami berpisah baik-baik penuh senyuman. Karena aku mulai pandai berbasa-basi dengannya. Kukira case close. Bertahun kemudian, dia ternyata masih mencari korban lain. Saudaranya temanku. Aku kaget. Dunia ini begitu sempit. Si korban tersiksa dan berniat melabraknya. Kularang. Akan percuma. Dulu aku pernah dibuat pucat pasi olehnya, dulu teman2ku yang pernah bertemu dengannya menangis dibuatnya, bahkan psikolog muda menangis gemetar di depan mataku karenanya! Dia sopan, pintar, puitis, lemah lembut, dan penolong. Tapi dia psikopat. Maaf kalau aku menyebutnya itu. Maaf kalau aku tak siap menyapanya sekarang. Aku tak mau nantinya sekadar basa-basi lagi. Maaf kalau aku tak bisa menjadikannya ladang pahala bagiku, untuk menyadarkannya. Masih banyak hal lain yang bisa dijadikan ladang pahala.

Dan aku heran, kenapa aku masih takut, walau tak 'segemetar' dulu.

Rasa takut diciptakan agar kita selalu waspada. Sebaiknya rasa takut ini juga kepada sesuatu yang lebih besar.

Pendapat dari psikolog Sarlito Wirawan di koran Kompas sekitar awal tahun 2006, "Kami menghadapinya seperti memahat batu dengan air".

Dalam satu hari

Dpk-Jkt-Bdg-Jkt-Cbi-Dpk

Di sta UI, beli tiket KRL ekonomi. Kebiasaan. Eh, ini jam berangkat kerja. Pasti KRL bejubel. Kebetulan ada ekspress yang jarang berhenti di UI, walau harus mundur dulu ke sta Dpk Baru. Saya tukar tiket dengan eskpress. Jadwal Parahyangan bakal meleset, puluhan menit setelahnya ada Argogede. Sesekali naik eksekutif deh.

Di tangga Gambir, di depan saya bapak paruh baya menoleh. saya gak liat tapi tau ada yang noleh. Bapak yang ramah. Ngobrol di kursi tunggu. Tapi dia nanya terlalu personal sambil merapi2kan poninya yang gak berantakan, jadi bikin malas walau saya tetap berusaha ramah. Kenapa mesti ke saya? Banyak perempuan cantik modis berseliweran. Mungkin hanya butuh teman ngobrol. Tapi saya sedang menenteng koran, mo baca di kereta nanti, sori pak. Begitu di Argogede, dia masih penasaran ingin duduk di sebelah saya padahal sudah ada penumpang lain, sori lagi pak.

Turun dari Parahyangan bisnis, sampai Gambir lagi. Saya datangi ojek mo ke sta Juanda buat naik KRL. Eh, ini jam pulang kantor. KRL pasti bejubel. Saya batalkan ojek. Naik ekpress lagi ah. Di kursi tunggu, saya disenyumin anak perempuan usia 4 tahunan digendong di balik bahu bapaknya. Ambon putih manise! Putih biasanya cantik. Hitam biasanya manis. tapi dia cantik manis sekali!

Ke sta Bojong gede memakan waktu 1,5 jam ditambah 15 menit jalan kaki di kegelapan semak dan becek habis hujan, ke angkot ngetem. Sampe rumah kakak di Cibinong, dia sedang nyuci mobil. Saya minta antar ke Depok. Awalnya dia keberataan, karena mobil harus berbecek ria lagi dan mengira saya besok berangkat dari Cibinong. Saya gak maksa, tapi sulit akses Cibinong-Cengkareng, belum harus bersaing dengan jam masuk kantor. Lagian titipannya seabrek dan saya jarang minta antar. Akhirnya kakak mengantar dengan 2 anaknya yang malah numpang tidur dan seorang ustadz yang baru kukenal saat itu. Dia menemani kakaku pulang nanti biar gak ngantuk di jalan. Ustadz paruh baya itu tanya jurusanku. Kujawab "Kimia". Ujarnya, "Wah orang2 pintar, tauhidnya melebihi kita2 karena tau dasarnya ilmu, belajar dari sumbernya". Saya tertawa gak jelas. Bukan GR tapi mikir. Dia tanya belakang kampus, pintu masuknya akan ditutup karena rawan perkosaan dan penodongan. Komentarnya, "Itulah akibat diundang, kalo diundang ya datang". Kali ini saya tertawa jelas. Lanjutnya, "Anak muda sekarang cewe cowo berdua keluar malam2. Sering gitu kan?" Saya jawab, "Gak, kalo malam sendirian di kamar atau sama anak2 asrama". Lanjutnya, "Tapi smsan gak berhenti kan?" Saya jawab, "Gak, kalo malam". Eh, dia ulang pertanyaan terakhir. Saya ulang juga jawabannya.

Begitu sampe asrama, saya repack 6 gembolan menjadi 4 gembola. Karena tanganku hanya dua, punggungku hanya satu, dan hanya bahu kananku yang lebih kuat biar bisa jalan imbang. Hampir 19 kg. Wah.. tinggi badanku 'berkurang' 1 cm :)










Plm-Cgk-Dpk-Cbi


Saya atur gak banyak gembolan. Hanya 2. Tapi 2 balita dan 4 gembolan kakak cukup menyita bantuan tenagaku. Di St Badaruddin II, saya cari troli. Dapat, 'diuji coba' oleh keponakanku. Satu roda depan tidak ada. Saya pinggirkan dan cari troli lain. Taunya troli 3 roda tadi diduduki seorang bapak dan dia jatuh terjungkal. Saya menoleh. Seperti pernah melihatnya. Saya ingat! Dia calo yang aku terpaksa berurusan dengannya 3,5 tahun lalu! Dengan pakaiannya yang sama persis dulu! Saya ingat sekali!
Padahal saya sulit ingat orang yang sepintas. Bukan sakit hati pada praktek percaloannya. Dia hanya menjalankan 'tugas'. Dia hanya berperan singkat dari seluruh rangkaian kejadian tahun 2002-Januari 2003.

Sampe S. Hatta, saya sudah kehabisan tenaga dorong2 troli karena kurang 'isi bensin'. Kami berpisah. Kakak ke Cikarang, saya ke Kp Rambutan. Di bis, ngantuk tapi gak bisa tidur. Tumben. Pipiku rasanya masih ditempel2i muka anak kakaku yang usia 1,5 tahun itu. Tertidur bentar. Terbangun seperti dengar suaranya sekilas, padahal gak ada anak kecil di bis. Beberapa hari saja tinggal dengannya sudah bikin saya begitu.

Sampe Depok, langsung bongkar muat. Titipan untuk kakak Cibinong harus ASAP dikirim. Cuma sempet shalat maghrib, kasih oleh2 ke A3, pake jaket. Naik bikun (biskuning UI), angkot, dan ojek ke Cibinong lewat daerah sepi penduduk. Kata ojek, kalau malam rawan di sini. Saya tanya jam berapa rawannya? Jam 2-3 malam. Oh.. ini masih 'pagi' :)

***
Lusa, kembali ke Depok. Sepi. A3ers banyak pindah, memang habis masa tinggalnya. Esok, saya bangun, mataku langsung tertumbuk ke buku2 kuliah di rak dalam kamar. Kaget. Saya di Depok? haha