viannevia

Friday, September 29, 2006

Sungguh

Sering saya diajak ngobrol begini,
A : Enak ya jadi PNS dapet uang pensiun
V : Iya kalo umur sampe pensiun
A : Enak juga buat keluarga yang ditinggalkan
V : Iya kalo meninggal udah nikah
A : Hus!
V : hehe

Bukan tidak bersyukur jadi PNS. Segalanya harus disyukuri. Mendengar kata pensiun, pikiran saya ke umur. Kita tidak pernah tahu umur kita sampe kapan. Sungguh. Uang pensiun jangan dijadikan alasan menjadi PNS.

***

Sering juga saya diajak ngobrol begini,
B : kan udah s2, cari2 info biar jadi eselon
V : jadi eselon ada aturannya, gak bisa begitu lulus s2 tiba2 langsung jadi eselon
B : coba ngobrol dengan C, pendekatan ke dia gimana caranya jadi eselon
V : posisi terendah eselon IV. Udah ada aturannya.. bla.. bla..
B : kalo pendekatan ke bos siapa tahu bisa jadi eselon
V : paling hebat naik golongan 2 tahun. Itu juga harus memenuhi angka kredit tertentu. Normal 4 tahun. Udah ada peraturannya dari pusat. Bukan kantor vie sendiri yang nentuin
B : B gak tahu peraturannya. Pokoknya cari2 info aja. Deketin bos
V : ya, itu tadi peraturannya. InsyaAllah kayaknya vie gak ada masalah dengan bos. Jadi nyantai aja

Jengah mendengar pendekatan ke bos hanya demi jadi eselon. Tapi tidak mau bilang "iya" biar obrolan cepat selesai. Eselon bukan cita2 saat memilih jadi PNS. Bukan pula alasan menerima tawaran beasiswa s2. Sungguh

***

Tanggal 25 Sept kemaren, rapat dengan para eselon. Ruwet. Ada yang membawa2 istilah 'rakyat jelata'. Jengah mendengarnya. Rapat yang kita susun atas harapan tercapainya kata sepakat di antara 'perdana mentri'. Tapi jadi mentah lagi. Senior yang selalu semangat jadi patah arang. Tidak lucu kalo saya ikut2an. Saya yang baru melihat langsung ruwetnya masalah, cuma bisa komentar," Ternyata jadi pemimpin tak cukup jujur dan disiplin. tapi harus tegas. Ibarat sepak bola. Materi pemain kelas dunia sekalipun dan strategi matang tidak ada artinya di lapangan jika tanpa wasit yang tegas". Kali ini saya bersungguh-sungguh.

Ungkapan dari Anis Matta, kurang lebih begini "Jujur dekat kepada lemah. Licik dekat kepada kuat". Saya setuju dengannya, coba kita jadikan "Jujur dekat kepada kuat". Lalu muncul pertanyaan : Apakah saya bersungguh-sungguh akan berusaha dan tidak hanya bicara setuju?


0 Comments:

Post a Comment

<< Home